BAMBANG
ADMADI HARSOJUWONO,1
I GUSTI NGURAH AGUNG2
DAN
M. SURYA PRAMANA MAHARDIKA3
1
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas
Udayana 2,3 Jurusan Ilmu dan
Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana
E-mail:
bambang_harso@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan efek dari bentuk produk makanan kering serta proses terakhir dari
ubi jalar dan interaksinya pada kandungan gizi, ketahanan produk, dan
peningkatan kadar glukosa darah dari tikus putih setelah mengkonsumsi produk. Metode
pada penelitian ini berdasarkan rancangan acak sempurna dengan 2 faktor
eksperimen. Faktor pertama adalah bentuk dari produk makanan kering Bentuk
krispi dari produk ubi jalar dan proses terakhir dengan oven pembakaran adalah
produk terbaik yang dapat meningkatkan kadar gula darah tikus menjadi 8 mg/L dan
pati sekitar 39.29%. Produk ini juga menghasilkan kandungan gizi terbaik
meliputi protein, lipid, gula total, dan pati sekitar 3.42%, 1.79%, 7.98%, dan
50.92%.
Kata
kunci: produk makanan kering, proses akhir, ubi
jalar
PENDAHULUAN
Pol a m a k a n ya n g b er uba h t a np
a mempertimbangkan keseimbangan gizi,
yang mengarah pada konsumsi menu tinggi kalori, kadar lemak tinggi, tetapi
kadar karbohidrat kompleksnya rendah, berdampak pada munculnya penyakit
degenerative diabetes mellitus. Diabetes mellitus yang telah diderita seseorang
tanpa pengobatan yang baik, berkembang menjadi penyakit yang lebih komplek.
Menurut Nainggolan
(2006) umumnya umbi-umbian mempunyai kalori dan kandungan protein yang rendah
tetapi kaya akan serat. Selain itu, beberapa jenis umbi-umbian seperti ketela
mempunyai kandungan vit A, karotenoid, vit C, Ca, dan serat lebih baik
dibanding beras, maupun bahan pangan pokok lainnya. Hal ini menunjukkan adanya
potensi dari umbi-umbian sebagai bahan pangan diet (rendah kalori), yang
disediakan untuk pencegahan timbulnya penyakit diabetes mellitus maupun sebagai
bahan pangan untuk konsumsi penderitanya.
Pengolahan ketela dengan berbagai cara perlu
dilakukan agar dihasilkan produk yang menarik, diminati, menimbulkan selera
bahkan memberikan nilai tambah. Pengolahan umbi menyebabkan perubahan komposisi
pati resisten akibat gelatinisasi dan retrogradasi pati (Gee et al,
2001) serta perubahan indeks glikemik (Marsono, 2002).
Tujuan penelitian adalah 1) mengetahui pengaruh
jenis olahan kering, cara pengolahan akhir ketela dan interaksi keduanya
terhadap kandungan gizi dan kadar pati resisten olahan kering ketela serta
kenaikan glukosa darah setelah dikonsumsi tubuh, 2) menemukan olahan kering
ketela dan cara pengolahan akhir yang tepat sehingga menghasilkan produk yang
mengandung pati resisten dan gizi yang tinggi tetapi tidak menyebabkan
peningkatan kandungan gula darah yang tinggi.
METODE
Penentuan jenis olahan kering ketela dan cara
pengolahan akhir disusun dalam rancangan acak lengkap dengan percobaan
faktorial yang terdiri dari dua faktor yaitu jenis olahan kering yang mempunyai
4 level yaitu keripik, chips, kerupuk dan snack, sedang cara pengolahan akhir
mempunyai 2 level yaitu penggorengan dan pengovenan sehingga terdapat 8
perlakuan kombinasi yang diulang 10 kali.. Pengujian dilaksanakan secara bioassay
menggunakan hewan coba tikus SD sebanyak 80 ekor sebagai unit percobaan dibagi
menjadi 8 kelompok perlakuan, masing-masing kelompok terdiri dari 10 ekor
sebagai ulangan. Adapun langkah-langkah penelitian sebagai berikut:
Pembuatan
pakan standar
Pa
k a n s t a nd a r d i bu at den g a n c a r a m e n c a m p u r 6 2 0 , 6 9 g
p a t i j a g u n g , 140 g kasein, 100 g sukrosa, 40 g minyak kedelai, 50 g
CMC, 35g campuran mineral, 10 g campuran vitamin, 2.5 g kholin bitartrat dan
1.8 g L-cystin. Campuran tersebut diadon dengan penambahan air panas
sedikit-sedikit jika diperlukan hingga menjadi adonan yang liat. Adonan liat
kemudian dicetak dengan mesin cetak pakan /pelet dengan bentuk silinder panjang
selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 50° C selama 12 jam.
Penyiapan
hewan coba tikus
Sebanyak
80 ekor tikus SD yang berumur 3 bulan dengan berat rata-rata 150 g ditempatkan
secara individu dalam kandang-kandang khusus yang terbagi dalam 8 kelompok,
sehingga masing-masing kelompok terdapat 10 ekor.
Pemberian
pakan standar
Tikus
yang telah ditempatkan dalam kandang-kandang khusus selanjutnya diberi pakan
standar masing-masing 5 g per saji dengan diberi minum secara ad libitum
(tanpa batas) selama 6 hari.
Pembuatan
olahan kering ketela dan pengujian gizinya
Ketela
diolah menjadi keripik, chips, kerupuk dan snack seperti cara berikut ini.
Keripik
ketela dibuat dengan cara sebagai berikut:
ketela
dikupas dan dibersihkan dengan cara mencuci lalu diiris tipis-tipis tebal 1 mm,
direndam dalam air kapur 1% selama 60 menit kemudian dicuci, ditiriskan
selanjutnya pengolahan akhir.
Chips
ketela dibuat dengan cara sebagai berikut:
ketela
dikupas dan dibersihkan lalu dikukus dan dihaluskan ditambah backing powder dan
tepung tapioka masing-masing 0,5% dan diadon. Adonan tersebut dikukus hingga
matang lalu dibuat lembaran tipis tebal 1 mm, dicetak dan dijemur selanjutnya
pengolahan akhir. Kerupuk ketela dibuat
dengan cara sebagai berikut: ketela dikupas dan dibersihkan lalu dikukus dan
dihaluskan. Halusan ketela dicampur dengan tepung tapioka 10%, backing powder
0.5% dan telur 2.5% kemudian diadon hingga liat lalu dibentuk batangan dengan
daun atau plastik, selanjutnya dikukus hingga matang dan didinginkan. Batangan
adonan diiris tipis-tipis setebal 2 mm kemudian dijemur hingga kering,
selanjutnya pengolahan akhir.
Snack
ketela dibuat dengan cara sebagai berikut:
ketela dikupas dan dibersihkan lalu dikukus
dan haluskan. Halusan
ketela ditambah tepung terigu 2.5%, telur 2.5%, backing powder 0.5% kemudian
diadon, dicetak selanjutnya pengolahan akhir.
Penyiapan
hewan coba tikus untuk pemberian olahan kering ketela
Tikus
yang telah diberi makan dengan pakan standar selama 6 hari selanjutnya
dipuasakan selama 24 jam dalam kandang yang bersih pada suhu kamar dengan
ventilasi dan pencahayaan yang cukup.
Pemberian
pakan olahan kering ketela
Tikus
yang telah puasa 24 jam, diukur kadar gula darahnya dengan blood glucose
test meter. Selanjutnya masing-masing tikus diberi makan olahan kering
ketela sesuai perlakuan sebanyak 5 g per saji dengan pemberian minum secara ad
libitum (tanpa batas). Setelah tikus makan dilakukan pengambilan darah lagi
dalam interval waktu 30, 60, 90, 120 menit.
Pengukuran
kandungan gizi, pati resisten, kadar gluksa darah
Pengukuran
dan pengamatan yang dilakukan pada olahan kering ketela yang meliputi kandungan
gizi terdiri dari lemak, protein, air, abu, pati, total gula, gula reduksi,
pati dan pati resisten. Sedangkan pada darah tikus diukur kadar glukosa darah
dan kenaikan kadar glukosa darah.
Data
yang dihasilkan dianalisis keragamannya dan dilanjutkan dengan uji perbandingan
berganda Duncan. Selanjutnya olahan kering ketela terbaik ditentukan
berdasarkan kandungan gizi dan kadar pati resisten tertinggi tinggi tetapi
menyebabkan kenaikan glukosa darah terendah.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Pengaruh
jenis olahan kering ketela dan car pengolahan akhir terhadap kadar air, abu,
protein dan lemak
Tabel
1. Rata-rata kadar air, abu, protein dan lemak
dari beberapa olahan kering ketela
Olahan kering
ketela
|
Rata-rata kadar
air
|
Rata-rata kadar
abu
|
Rata-rata
kadar
|
Rata-rata
kadar
|
|
(%)
|
(%)
|
protein
(%)
|
lemak
(%)
|
||
Snack ketela goreng
|
9.06a
|
1.09d
|
7.47b
|
28.74a
|
|
Snack ketela oven
|
7.44b
|
1.54c
|
10.70a
|
7.14b
|
|
Chips ketela goreng
|
4.57cd
|
2.65b
|
2.56d
|
22.91a
|
|
Chips ketela oven
|
3.25d
|
3.04a
|
4.21c
|
3.27bc
|
|
Kerupuk ketela goreng
|
5.56c
|
1.59c
|
2.04d
|
24.58a
|
|
Kerupuk ketela oven
|
3.85d
|
1.82bc
|
2.42d
|
7.68b
|
|
Keripik ketela goreng
|
4.93cd
|
2.52b
|
2.25d
|
26.29a
|
|
Keripik ketela oven
|
3.27d
|
2.58b
|
3.42cd
|
1.79c
|
Keterangan:
Huruf yang sama di belakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata pada tingkat kesalahan (α)
5%
Analisis keragaman memperlihatkan bahwa jenis olahan
kering ketela, cara pengolahan akhir dan interaksinya berpengaruh sangat nyata
terhadap kadar air, abu, protein dan lemak. Kadar air tertinggi (9.06%)
terdapat pada snack ketela goreng, sedang olahan lain lebih rendah. Kadar abu
tertinggi (3.04%) terdapat pada chips ketela oven, sedang terendah (1.09%)
terdapat pada snack ketela goreng. Kadar protein tertinggi (10.70%) terdapat
pada snack ketela oven, sedang olahan lain lebih rendah. Selanjutnya, keripik
ketela oven menunjukkan kadar lemak terendah (1.79%) sedang olahan lainnya
lebih tinggi.
Variasi perbedaan kadar air, abu, protein dan lemak
yang terjadi pada olahan kering ketela pada dasarnya disebabkan oleh perbedaan
formulasi bahan. Menurut Matz and Matz (2002), penambahan telur dalam pembuatan
biskuit berfungsi sebagai pembentuk tekstur, cita rasa dan meningkatkan gizi
khususnya kandungan proteinnya. Selanjutnya, variasi kadar abu atau mineral
sangat dipengaruhi oleh perbedaan penambahan bahan pembantu, karena menurut
Harris dan Karmas (1999) perlakuan fisika dan kimia tidak berpengaruh
secara
nyata pada perubahan mineral. Snack dan kerupuk ketela
mempunyai kadar abu yang lebih rendah dibanding chips dan keripik ketela. Tabel
1 memperlihatkan bahwa olahan kering ketela yang mengalami penggorengan
mempunyai kadar lemak yang cukup tinggi yaitu berkisar 22.91–28.74%, sementara
olahan yang dioven mempunyai kadar lemak 1.79–7.68% tergantung dari jenis
olahan keringnya.. Menurut Astawan (2009), makanan ringan yang mengandung lemak
dan gula tinggi berbahaya bagi yang memiliki riwayat penyakit diabetes
mellitus. Sementara itu, Saraswati (2009) menjelaskan bahwa membatasi konsumsi
lemak, minyak dan santan hingga seperempat kecukupan energi akan menurunkan
resiko diabetes mellitus.
Pengaruh
jenis olahan kering ketela dan cara pengolahan akhir terhadap kadar total gula,
gula reduksi dan pati
Analisa keragaman menunjukkan bahwa jenis olahan
kering ketela, cara pengolahan akhir dan interaksinya berpengaruh sangat nyata
terhadap kadar total gula dan gula reduksi, namun berpengaruh nyata terhadap
kadar pati. Tabel 2 memperlihatkan adanya perbedaan total gula, gula reduksi
dan pati yang terkandung dalam aneka olahan kering ketela.
Tabel 2. Rata-rata
kadar total gula, gula reduksi, dan pati dari beberapa olahan kering
ketela
Olahan
kering
|
Rata-rata
|
Rata-rata
|
Rata-rata
|
|
kadar total
|
kadar gula
|
kadar
|
||
ketela
|
||||
gula
(%) reduksi (%) pati (%)
|
||||
Snack ketela goreng
|
4.68d
|
3.09b
|
46.29b
|
|
Snack ketela oven
|
8.28b
|
5.44a
|
59.05a
|
|
Chips ketela goreng
|
5.85c
|
3.65b
|
38.44c
|
|
Chips ketela oven
|
12.79a
|
5.39a
|
50.44a
|
|
Kerupuk ketela
|
5.45cd
|
3.75b
|
44.47b
|
|
goreng
|
||||
Kerupuk ketela oven
|
8.20b
|
5.56a
|
55.15a
|
|
Keripik ketela goreng
|
5.50c
|
2.55c
|
44.51b
|
|
Keripik ketela oven
|
7.98b
|
3.35b
|
50.02a
|
Keterangan:
Huruf yang sama di belakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata pada tingkat kesalahan (α)
5%
Perbedaan kandungan total gula, gula reduksi dan
pati pada dasarnya disebabkan adanya perbedaan formula olahan kering ketela dan
pengaruh pengolahan akhir. Kedua hal tersebut sangat mempengaruhi perbedaan
kadar total gula, gula reduksi dan pati dari olahan kering ketela yang
dibandingkan. Selain itu, terdapat pengaruh lain dari proses pengolahannya,
khususnya dalam pembuatan keripik ketela. Menurut Harsojuwono (2008), keripik
umbi dibuat melalui tahapan pengirisan tipis-tipis umbi yang dilanjutkan dengan
perendaman ke dalam larutan kapur. Pada perendaman dalam larutan kapur ini,
sebagian gula reduksi yang terkandung dalam bahan larut dan keluar dari bahan.
Menurut Thornburn (2006), gula-gula sederhana baik disakarida maupun
monosakarida seperti gula-gula reduksi mempunyai sifat yang larut dalam air.
Dengan terjadinya pelarutan ini, maka terjadi penurunan kadar gula reduksi pada
pembuatan keripik ketela. Oleh karena itu, keripik ketela kadar gula reduksinya
cenderung lebih rendah dibanding produk olahan ketela lainnya.
Pengaruh
jenis olahan kering ketela dan cara pengolahan akhir terhadap pati resisten dan
kenaikan glukosa darah
Perbedaan kadar pati resisten tersebut kemungkinan disebabkan proses pengolahan yang
berbeda-beda dari olahan kering ketela. Pada pengolahan yang menggunakan panas
dan air dalam jumlah yang cukup seperti dalam pembuatan snack, chips dan
kerupuk ketela akan menyebabkan pati tergelatinisasi. Menurut Thornburn et
al (2006), gelatinisasi pati akan meningkatkan kelarutan dan kecernaan
pati, yang artinya dalam proses gelatinisasi ini, kemungkinan sebagian besar
pati menjadi tidak resisten. Hal ini yang menyebabkan olahan-olahan ketela
tersebut mempunyai kadar pati resisten yang rendah. Menurut Asp (2002),
pembentukan pati resisten selama proses pengolahan dipengaruhi oleh kandungan
air bahan, pH, suhu dan waktu pemanasan, jumlah siklus pemanasan dan
pendinginan, pembekuan dan pengeringan.
.
Tabel 3.
Rata-rata kadar pati resisten dan kenaikan glukosa darah
Olahan
kering
|
Rata-rata
|
Rata-rata
|
|
kadar pati
|
kenaikan glukosa
|
||
ketela
|
|||
resisten (%)
|
darah (mg/lt)
|
||
Snack ketela goreng
|
11.12d
|
60.50a
|
|
Snack ketela oven
|
17.09c
|
55.00a
|
|
Chips ketela goreng
|
17.10c
|
40.00b
|
|
Chips ketela oven
|
27.50b
|
34.00c
|
|
Kerupuk ketela goreng
|
14.14cd
|
45.50b
|
|
Kerupuk ketela oven
|
23.22b
|
43.00b
|
|
Keripik ketela goreng
|
27.52b
|
22.00d
|
|
Keripik ketela oven
|
39.29a
|
8.00e
|
Keterangan:
Huruf yang sama di belakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata pada tingkat kesalahan (α)
5%
Perbedaan kadar pati resisten tersebut ternyata juga
mempengaruhi perbedaan kenaikan glukosa darah dalam tubuh setelah mengkonsumsi
aneka olahan kering ketela tersebut. Hal ini didukung oleh Denby (2007), yang
menjelaskan bahwa zat pati seperti amilosa yang terkandung dalam bahan pangan
bila dimasak terlalu lama akan membuat lebih mudah dicerna dan gula dapat
dilepaskan dengan cepat ke aliran darah. Sementara itu, olahan kering ketela
yang berbentuk keripik dengan pati resisten yang lebih tinggi sulit dicerna dan
dihidrolisa menjadi glukosa sehingga kenaikan glukosa darahnya rendah. Hal ini
didukung pendapat Marsono (2002), yang menjelaskan bahwa pati resisten yang
mempunyai sifat kental seperti serat pangan dapat mengurangi kecepatan absorbs
dalam tubuh dan sulit untuk dicerna. Perlambatan pencernaan dan absorbs
karbohidrat ini akan menurunkan respon glukosa dalam darah.
Berdasarkan kadar pati resisten tertinggi dan
kenaikan glukosa darah terendah, maka olahan ketela yang berbentuk keripik
ketela oven terpilih sebagai produk pangan yang cocok untuk pencegahan dan
konsumsi penderita diabetes mellitus.
SIMPULAN
Jenis olahan kering ketela, cara pengolahan dan
interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap kadar pati, namun berpengaruh
nyata terhadap kadar air, abu, protein, lemak, total gula, gula reduksi, kadar
pati resisten dan kenaikan glukosa darah tubuh setelah mengkonsumsi olahan
ketela tersebut. Jenis olahan kering ketela dan cara pengolahan akhir yang
dapat digunakan untuk pencegahan dan konsumsi penderita diabetes mellitus
adalah keripik ketela oven yang memiliki kadar air 3.27%, abu 2.58%, protein
3.42%, lemak 1.79%, total gula 7.98%, gula reduksi 3.35%, pati 50.02, pati
resisten 39.29% dan menyebabkan kenaikan glukosa darah sebesar 8 mg/lt.
DAFTAR PUSTAKA
Arora, A., 2008. Lima
Langkah Mencegah dan Mengobati Diabetes. PT Bhuana Ilmu Populer. Jakarta.
Asp, N.G. 2002.
Resistant Starch. Eur. J. Clin. Nutr. 46 (Suppl. 2): 1.
Astawan, M., 2009.
Kadar Glikemik dalam Makanan ringan. http://www.republika.co.id/
koran/113/66343.
Di-access 9 November
2009.
Denby, N., 2007.
Glycemic Index and Resistant Starch. http://cuek.wordpress.com/
glycemic_index_resistant_ starch.html. Di-access 9 November 2009
Haris, S.R. dan E.
Karmas. 1999. Evaluasi Gizi Pada Pengolahan Bahan Pangan. Terbitan kedua.
Penerbit ITB, Bandung.
Harsojuwono, B.A. 2008.
Pengolahan Aneka Makanan Ringan dari Umbi-umbian. Lembaga Bali Cemerlang
Indoguna. Denpasar.
Marsono, Y. 2002.
Indeks Glikemik Umbi-umbian. Agritech, vol. 22 (1): 13–16.
Matz, S.A., and T.D.
Matz, 2002. Cookies and Cracker Technology. The AVI Publ. Co. Inc. Westport
Connecticut.
Meyer, L.H. 1995. Food
Chemistry. The Avi Publishing Company, Inc. Wetport. Connecticut.
Saraswati,
S., 2009. Diet Sehat. A Plus Books. Depok Thornburn, A.W., J.C. Brand and A.S.
Truswell, 2006.
The
Glycemic Index of Food. The Medical Journal of Australia, 144: 580–582.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar