Selasa, 16 Desember 2014

OPTIMALISASI JENIS PENGOLAHAN KERING DAN CARA PENGOLAHAN AKHIR KETELA



BAMBANG ADMADI HARSOJUWONO,1 I GUSTI NGURAH AGUNG2 DAN M. SURYA PRAMANA MAHARDIKA3

1 Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana 2,3 Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana

E-mail: bambang_harso@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan efek dari bentuk produk makanan kering serta proses terakhir dari ubi jalar dan interaksinya pada kandungan gizi, ketahanan produk, dan peningkatan kadar glukosa darah dari tikus putih setelah mengkonsumsi produk. Metode pada penelitian ini berdasarkan rancangan acak sempurna dengan 2 faktor eksperimen. Faktor pertama adalah bentuk dari produk makanan kering Bentuk krispi dari produk ubi jalar dan proses terakhir dengan oven pembakaran adalah produk terbaik yang dapat meningkatkan kadar gula darah tikus menjadi 8 mg/L dan pati sekitar 39.29%. Produk ini juga menghasilkan kandungan gizi terbaik meliputi protein, lipid, gula total, dan pati sekitar 3.42%, 1.79%, 7.98%, dan 50.92%.

Kata kunci: produk makanan kering, proses akhir, ubi jalar


PENDAHULUAN
       Pol a m a k a n ya n g b er uba h t a np a  mempertimbangkan keseimbangan gizi, yang mengarah pada konsumsi menu tinggi kalori, kadar lemak tinggi, tetapi kadar karbohidrat kompleksnya rendah, berdampak pada munculnya penyakit degenerative diabetes mellitus. Diabetes mellitus yang telah diderita seseorang tanpa pengobatan yang baik, berkembang menjadi penyakit yang lebih komplek.
      Menurut Nainggolan (2006) umumnya umbi-umbian mempunyai kalori dan kandungan protein yang rendah tetapi kaya akan serat. Selain itu, beberapa jenis umbi-umbian seperti ketela mempunyai kandungan vit A, karotenoid, vit C, Ca, dan serat lebih baik dibanding beras, maupun bahan pangan pokok lainnya. Hal ini menunjukkan adanya potensi dari umbi-umbian sebagai bahan pangan diet (rendah kalori), yang disediakan untuk pencegahan timbulnya penyakit diabetes mellitus maupun sebagai bahan pangan untuk konsumsi penderitanya.
Pengolahan ketela dengan berbagai cara perlu dilakukan agar dihasilkan produk yang menarik, diminati, menimbulkan selera bahkan memberikan nilai tambah. Pengolahan umbi menyebabkan perubahan komposisi pati resisten akibat gelatinisasi dan retrogradasi pati (Gee et al, 2001) serta perubahan indeks glikemik (Marsono, 2002).
Tujuan penelitian adalah 1) mengetahui pengaruh jenis olahan kering, cara pengolahan akhir ketela dan interaksi keduanya terhadap kandungan gizi dan kadar pati resisten olahan kering ketela serta kenaikan glukosa darah setelah dikonsumsi tubuh, 2) menemukan olahan kering ketela dan cara pengolahan akhir yang tepat sehingga menghasilkan produk yang mengandung pati resisten dan gizi yang tinggi tetapi tidak menyebabkan peningkatan kandungan gula darah yang tinggi.


METODE

Penentuan jenis olahan kering ketela dan cara pengolahan akhir disusun dalam rancangan acak lengkap dengan percobaan faktorial yang terdiri dari dua faktor yaitu jenis olahan kering yang mempunyai 4 level yaitu keripik, chips, kerupuk dan snack, sedang cara pengolahan akhir mempunyai 2 level yaitu penggorengan dan pengovenan sehingga terdapat 8 perlakuan kombinasi yang diulang 10 kali.. Pengujian dilaksanakan secara bioassay menggunakan hewan coba tikus SD sebanyak 80 ekor sebagai unit percobaan dibagi menjadi 8 kelompok perlakuan, masing-masing kelompok terdiri dari 10 ekor sebagai ulangan. Adapun langkah-langkah penelitian sebagai berikut:

Pembuatan pakan standar
Pa k a n s t a nd a r d i bu at den g a n c a r a m e n c a m p u r 6 2 0 , 6 9 g p a t i j a g u n g , 140 g kasein, 100 g sukrosa, 40 g minyak kedelai, 50 g CMC, 35g campuran mineral, 10 g campuran vitamin, 2.5 g kholin bitartrat dan 1.8 g L-cystin. Campuran tersebut diadon dengan penambahan air panas sedikit-sedikit jika diperlukan hingga menjadi adonan yang liat. Adonan liat kemudian dicetak dengan mesin cetak pakan /pelet dengan bentuk silinder panjang selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 50° C selama 12 jam.

Penyiapan hewan coba tikus
Sebanyak 80 ekor tikus SD yang berumur 3 bulan dengan berat rata-rata 150 g ditempatkan secara individu dalam kandang-kandang khusus yang terbagi dalam 8 kelompok, sehingga masing-masing kelompok terdapat 10 ekor.

Pemberian pakan standar
Tikus yang telah ditempatkan dalam kandang-kandang khusus selanjutnya diberi pakan standar masing-masing 5 g per saji dengan diberi minum secara ad libitum (tanpa batas) selama 6 hari.

Pembuatan olahan kering ketela dan pengujian gizinya
Ketela diolah menjadi keripik, chips, kerupuk dan snack seperti cara berikut ini.
Keripik ketela dibuat dengan cara sebagai berikut:
ketela dikupas dan dibersihkan dengan cara mencuci lalu diiris tipis-tipis tebal 1 mm, direndam dalam air kapur 1% selama 60 menit kemudian dicuci, ditiriskan selanjutnya pengolahan akhir.
Chips ketela dibuat dengan cara sebagai berikut:
ketela dikupas dan dibersihkan lalu dikukus dan dihaluskan ditambah backing powder dan tepung tapioka masing-masing 0,5% dan diadon. Adonan tersebut dikukus hingga matang lalu dibuat lembaran tipis tebal 1 mm, dicetak dan dijemur selanjutnya pengolahan akhir. Kerupuk ketela dibuat dengan cara sebagai berikut: ketela dikupas dan dibersihkan lalu dikukus dan dihaluskan. Halusan ketela dicampur dengan tepung tapioka 10%, backing powder 0.5% dan telur 2.5% kemudian diadon hingga liat lalu dibentuk batangan dengan daun atau plastik, selanjutnya dikukus hingga matang dan didinginkan. Batangan adonan diiris tipis-tipis setebal 2 mm kemudian dijemur hingga kering, selanjutnya pengolahan akhir.


Snack ketela dibuat dengan cara sebagai berikut:
 ketela dikupas dan dibersihkan lalu dikukus dan haluskan. Halusan ketela ditambah tepung terigu 2.5%, telur 2.5%, backing powder 0.5% kemudian diadon, dicetak selanjutnya pengolahan akhir.

Penyiapan hewan coba tikus untuk pemberian olahan kering ketela
Tikus yang telah diberi makan dengan pakan standar selama 6 hari selanjutnya dipuasakan selama 24 jam dalam kandang yang bersih pada suhu kamar dengan ventilasi dan pencahayaan yang cukup.

Pemberian pakan olahan kering ketela
Tikus yang telah puasa 24 jam, diukur kadar gula darahnya dengan blood glucose test meter. Selanjutnya masing-masing tikus diberi makan olahan kering ketela sesuai perlakuan sebanyak 5 g per saji dengan pemberian minum secara ad libitum (tanpa batas). Setelah tikus makan dilakukan pengambilan darah lagi dalam interval waktu 30, 60, 90, 120 menit.

Pengukuran kandungan gizi, pati resisten, kadar gluksa darah
Pengukuran dan pengamatan yang dilakukan pada olahan kering ketela yang meliputi kandungan gizi terdiri dari lemak, protein, air, abu, pati, total gula, gula reduksi, pati dan pati resisten. Sedangkan pada darah tikus diukur kadar glukosa darah dan kenaikan kadar glukosa darah.
Data yang dihasilkan dianalisis keragamannya dan dilanjutkan dengan uji perbandingan berganda Duncan. Selanjutnya olahan kering ketela terbaik ditentukan berdasarkan kandungan gizi dan kadar pati resisten tertinggi tinggi tetapi menyebabkan kenaikan glukosa darah terendah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh jenis olahan kering ketela dan car pengolahan akhir terhadap kadar air, abu, protein dan lemak
Tabel 1.  Rata-rata kadar air, abu, protein dan lemak dari beberapa olahan kering ketela

Olahan kering ketela
Rata-rata kadar air
Rata-rata kadar abu
Rata-rata kadar
Rata-rata kadar

(%)
(%)
protein (%)
lemak (%)



Snack ketela goreng
9.06a
1.09d
7.47b
28.74a

Snack ketela oven
7.44b
1.54c
10.70a
7.14b

Chips ketela goreng
4.57cd
2.65b
2.56d
22.91a

Chips ketela oven
3.25d
3.04a
4.21c
3.27bc

Kerupuk ketela goreng
5.56c
1.59c
2.04d
24.58a

Kerupuk ketela oven
3.85d
1.82bc
2.42d
7.68b

Keripik ketela goreng
4.93cd
2.52b
2.25d
26.29a

Keripik ketela oven
3.27d
2.58b
3.42cd
1.79c


Keterangan: Huruf yang sama di belakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata pada tingkat kesalahan (α) 5%

Analisis keragaman memperlihatkan bahwa jenis olahan kering ketela, cara pengolahan akhir dan interaksinya berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, abu, protein dan lemak. Kadar air tertinggi (9.06%) terdapat pada snack ketela goreng, sedang olahan lain lebih rendah. Kadar abu tertinggi (3.04%) terdapat pada chips ketela oven, sedang terendah (1.09%) terdapat pada snack ketela goreng. Kadar protein tertinggi (10.70%) terdapat pada snack ketela oven, sedang olahan lain lebih rendah. Selanjutnya, keripik ketela oven menunjukkan kadar lemak terendah (1.79%) sedang olahan lainnya lebih tinggi.
Variasi perbedaan kadar air, abu, protein dan lemak yang terjadi pada olahan kering ketela pada dasarnya disebabkan oleh perbedaan formulasi bahan. Menurut Matz and Matz (2002), penambahan telur dalam pembuatan biskuit berfungsi sebagai pembentuk tekstur, cita rasa dan meningkatkan gizi khususnya kandungan proteinnya. Selanjutnya, variasi kadar abu atau mineral sangat dipengaruhi oleh perbedaan penambahan bahan pembantu, karena menurut Harris dan Karmas (1999) perlakuan fisika dan kimia tidak berpengaruh secara nyata pada perubahan mineral. Snack dan kerupuk ketela mempunyai kadar abu yang lebih rendah dibanding chips dan keripik ketela. Tabel 1 memperlihatkan bahwa olahan kering ketela yang mengalami penggorengan mempunyai kadar lemak yang cukup tinggi yaitu berkisar 22.91–28.74%, sementara olahan yang dioven mempunyai kadar lemak 1.79–7.68% tergantung dari jenis olahan keringnya.. Menurut Astawan (2009), makanan ringan yang mengandung lemak dan gula tinggi berbahaya bagi yang memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus. Sementara itu, Saraswati (2009) menjelaskan bahwa membatasi konsumsi lemak, minyak dan santan hingga seperempat kecukupan energi akan menurunkan resiko diabetes mellitus.

Pengaruh jenis olahan kering ketela dan cara pengolahan akhir terhadap kadar total gula, gula reduksi dan pati
Analisa keragaman menunjukkan bahwa jenis olahan kering ketela, cara pengolahan akhir dan interaksinya berpengaruh sangat nyata terhadap kadar total gula dan gula reduksi, namun berpengaruh nyata terhadap kadar pati. Tabel 2 memperlihatkan adanya perbedaan total gula, gula reduksi dan pati yang terkandung dalam aneka olahan kering ketela.
Tabel 2. Rata-rata kadar total gula, gula reduksi, dan pati dari beberapa olahan kering ketela

Olahan kering
Rata-rata
Rata-rata
Rata-rata

kadar total
kadar gula
kadar

ketela

gula (%)   reduksi (%)  pati (%)



Snack ketela goreng
4.68d
3.09b
46.29b

Snack ketela oven
8.28b
5.44a
59.05a

Chips ketela goreng
5.85c
3.65b
38.44c

Chips ketela oven
12.79a
5.39a
50.44a

Kerupuk ketela
5.45cd
3.75b
44.47b

goreng




Kerupuk ketela oven
8.20b
5.56a
55.15a

Keripik ketela goreng
5.50c
2.55c
44.51b

Keripik ketela oven
7.98b
3.35b
50.02a


Keterangan: Huruf yang sama di belakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata pada tingkat kesalahan (α) 5%

Perbedaan kandungan total gula, gula reduksi dan pati pada dasarnya disebabkan adanya perbedaan formula olahan kering ketela dan pengaruh pengolahan akhir. Kedua hal tersebut sangat mempengaruhi perbedaan kadar total gula, gula reduksi dan pati dari olahan kering ketela yang dibandingkan. Selain itu, terdapat pengaruh lain dari proses pengolahannya, khususnya dalam pembuatan keripik ketela. Menurut Harsojuwono (2008), keripik umbi dibuat melalui tahapan pengirisan tipis-tipis umbi yang dilanjutkan dengan perendaman ke dalam larutan kapur. Pada perendaman dalam larutan kapur ini, sebagian gula reduksi yang terkandung dalam bahan larut dan keluar dari bahan. Menurut Thornburn (2006), gula-gula sederhana baik disakarida maupun monosakarida seperti gula-gula reduksi mempunyai sifat yang larut dalam air. Dengan terjadinya pelarutan ini, maka terjadi penurunan kadar gula reduksi pada pembuatan keripik ketela. Oleh karena itu, keripik ketela kadar gula reduksinya cenderung lebih rendah dibanding produk olahan ketela lainnya.

Pengaruh jenis olahan kering ketela dan cara pengolahan akhir terhadap pati resisten dan kenaikan glukosa darah
Perbedaan kadar pati resisten tersebut  kemungkinan disebabkan proses pengolahan yang berbeda-beda dari olahan kering ketela. Pada pengolahan yang menggunakan panas dan air dalam jumlah yang cukup seperti dalam pembuatan snack, chips dan kerupuk ketela akan menyebabkan pati tergelatinisasi. Menurut Thornburn et al (2006), gelatinisasi pati akan meningkatkan kelarutan dan kecernaan pati, yang artinya dalam proses gelatinisasi ini, kemungkinan sebagian besar pati menjadi tidak resisten. Hal ini yang menyebabkan olahan-olahan ketela tersebut mempunyai kadar pati resisten yang rendah. Menurut Asp (2002), pembentukan pati resisten selama proses pengolahan dipengaruhi oleh kandungan air bahan, pH, suhu dan waktu pemanasan, jumlah siklus pemanasan dan pendinginan, pembekuan dan pengeringan.
.
Tabel 3. Rata-rata kadar pati resisten dan kenaikan glukosa darah

Olahan kering
Rata-rata
Rata-rata

kadar pati
kenaikan glukosa

ketela

resisten (%)
darah (mg/lt)



Snack ketela goreng
11.12d
60.50a

Snack ketela oven
17.09c
55.00a

Chips ketela goreng
17.10c
40.00b

Chips ketela oven
27.50b
34.00c

Kerupuk ketela goreng
14.14cd
45.50b

Kerupuk ketela oven
23.22b
43.00b

Keripik ketela goreng
27.52b
22.00d

Keripik ketela oven
39.29a
8.00e


Keterangan: Huruf yang sama di belakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata pada tingkat kesalahan (α) 5%

Perbedaan kadar pati resisten tersebut ternyata juga mempengaruhi perbedaan kenaikan glukosa darah dalam tubuh setelah mengkonsumsi aneka olahan kering ketela tersebut. Hal ini didukung oleh Denby (2007), yang menjelaskan bahwa zat pati seperti amilosa yang terkandung dalam bahan pangan bila dimasak terlalu lama akan membuat lebih mudah dicerna dan gula dapat dilepaskan dengan cepat ke aliran darah. Sementara itu, olahan kering ketela yang berbentuk keripik dengan pati resisten yang lebih tinggi sulit dicerna dan dihidrolisa menjadi glukosa sehingga kenaikan glukosa darahnya rendah. Hal ini didukung pendapat Marsono (2002), yang menjelaskan bahwa pati resisten yang mempunyai sifat kental seperti serat pangan dapat mengurangi kecepatan absorbs dalam tubuh dan sulit untuk dicerna. Perlambatan pencernaan dan absorbs karbohidrat ini akan menurunkan respon glukosa dalam darah.

Berdasarkan kadar pati resisten tertinggi dan kenaikan glukosa darah terendah, maka olahan ketela yang berbentuk keripik ketela oven terpilih sebagai produk pangan yang cocok untuk pencegahan dan konsumsi penderita diabetes mellitus.

SIMPULAN
Jenis olahan kering ketela, cara pengolahan dan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap kadar pati, namun berpengaruh nyata terhadap kadar air, abu, protein, lemak, total gula, gula reduksi, kadar pati resisten dan kenaikan glukosa darah tubuh setelah mengkonsumsi olahan ketela tersebut. Jenis olahan kering ketela dan cara pengolahan akhir yang dapat digunakan untuk pencegahan dan konsumsi penderita diabetes mellitus adalah keripik ketela oven yang memiliki kadar air 3.27%, abu 2.58%, protein 3.42%, lemak 1.79%, total gula 7.98%, gula reduksi 3.35%, pati 50.02, pati resisten 39.29% dan menyebabkan kenaikan glukosa darah sebesar 8 mg/lt.

DAFTAR PUSTAKA

Arora, A., 2008. Lima Langkah Mencegah dan Mengobati Diabetes. PT Bhuana Ilmu Populer. Jakarta.
Asp, N.G. 2002. Resistant Starch. Eur. J. Clin. Nutr. 46 (Suppl. 2): 1.

Astawan, M., 2009. Kadar Glikemik dalam Makanan ringan. http://www.republika.co.id/ koran/113/66343.

Di-access 9 November 2009.

Denby, N., 2007. Glycemic Index and Resistant Starch. http://cuek.wordpress.com/ glycemic_index_resistant_ starch.html. Di-access 9 November 2009

Haris, S.R. dan E. Karmas. 1999. Evaluasi Gizi Pada Pengolahan Bahan Pangan. Terbitan kedua. Penerbit ITB, Bandung.

Harsojuwono, B.A. 2008. Pengolahan Aneka Makanan Ringan dari Umbi-umbian. Lembaga Bali Cemerlang Indoguna. Denpasar.

Marsono, Y. 2002. Indeks Glikemik Umbi-umbian. Agritech, vol. 22 (1): 13–16.

Matz, S.A., and T.D. Matz, 2002. Cookies and Cracker Technology. The AVI Publ. Co. Inc. Westport Connecticut.

Meyer, L.H. 1995. Food Chemistry. The Avi Publishing Company, Inc. Wetport. Connecticut.

Saraswati, S., 2009. Diet Sehat. A Plus Books. Depok Thornburn, A.W., J.C. Brand and A.S. Truswell, 2006.

The Glycemic Index of Food. The Medical Journal of Australia, 144: 580–582.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar