Yunianta
Jurusan Teknologi
Hasil Pertanian Universitas Brawijaya
E-mail:
yuniantamlg@yahoo.com
Abstrak
Penelitian ini ditujukan untuk
memanfaatkan limbah cair dari industri kakao sebagai bahan pembuatan nata.
Penelitian dibagi dalam dua tahap yaitu tahap penjernihan limbah cair industri
kakao dengan arang aktif pada tingkat pengenceran berbeda serta studi tentang
pengaruh konsentrasi sumber karbon (gula) dan konsentrasi sumber nitrogen yang
ditambahkan terhadap pembentukan pelikel nata. Konsentrasi arang aktif dan
perlakuan pengenceran berpengaruh terhadap parameter yang terkait dengan
kejernihan limbah. Perlakuan terbaik diperoleh dari perlakuan konsentrasi arang
aktif 5% dengan pengenceran medium 1:3. Penelitian di tahap kedua dengan
perlakuan pengaruh konsentrasi sumber karbon (gula sukrosa) dan sumber nitrogen
menunjukan perlakuan terbaik diperoleh dari kombinasi perlakuan konsentrasi
sukrosa 4% dan konsentrasi (NH4)2SO4
0,4%. Perlakuan terbaik ini memiliki nilai karakteristik produk nata meliputi
rendemen: 83,87%; kadar air: 95,23%; serat kasar: 4,22%; kecerahan (L*): 42,87;
tekstur: 0,01 mm/g.dt dan ketebalan: 2,42 cm.
Kata kunci: limbah kakao,
arang aktif, nata
Abstract
This research was aimed to utilize the
liquid waste of cacao industry as raw material for nata production. Research
was performed in two steps: the first steps was clarification process using
active charcoal in different waste dilllutions and the second step was the
production of nata. Result of first step showed that active charcoal
concentration and dilution treatment showed their effect of all parameters
studied. The best result was obtained by treatment of 5% active charcoal
concentration and the dilllution of cacao waste: water in 1:3 ratio. The
production of nata in the second step of research was performed using this
optimal clarification condition. Data showed that the combination treatment of
4% sucrose concentration and 0.4% of (NH4)2SO4
was elected as the best process that gave the best quality of nata. The best
treatment showed product characteristic: 83.87% of fermentation yield; 95.23%
of moisture content; 4.22% of fiber content; brightness (L*) of 42.87; 0.01
mm/g.dt of textur and 2.42 cm of nata thickness.
Keywords: cacao waste,
active charcoal, nata
PENDAHULUAN
Proses fermentasi pulp adalah merupakan
proses yang utama dalam industri pengolahan biji kakao dan menentukan kualitas
produk akhir. Tujuan dari fermentasi buah kakao adalah menghilangkan pulp,
mematikan biji, membentuk warna dan calon flavor yang diinginkan serta
memperbaiki rasa biji kakao. Selama proses tersebut senyawa polifenol (tannin)
penyebab rasa kelat berdifusi ke seluruh jaringan biji dan merembes keluar dari
keping biji. Senyawa tannin tersebut dapat berubah warna menjadi coklat
dikarenakan teroksidasi oleh enzim polifenolase yang berakibat terjadinya
perubahan warna kulit biji dan pulp yang berangsur-angsur menjadi coklat
gelap (Siregar, et al.,1989).
Penjernihan
cairan pulp limbah industri kakao dengan arang aktif, selain akan mampu
menghilangkan zat warna juga dapat menyerap senyawa-senyawa nitrogen.
Bahan baku utama dalam penelitian ini cairan pulp,
limbah dari industri kakao yang diperoleh dari Kebun Bantaran PTPN XII
Blitar. Bahan penjernih limbah cair kakao adalah arang aktif dari tempurung
kelapa. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Winarno (1997) yang menyatakan
bahwa senyawa yang bertanggung jawab atas perubahan warna dalam pengolahan
pangan terutama golongan fenol seperti antosianin, flavonoid, leukoantisianogen
dan tannin. Protein atau pektin bereaksi dengan polifenol membentuk koloid yang
menimbulkan kekeruhan. Penghilangan kekeruhan tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan jasa enzim yang menghidrolisis protein atau pektin atau bahan
penjernih dan adsorben seperti bentonit, gelatin dan arang aktif yang dapat
menyerap polifenol atau protein.
Penelitian tahap I dilakukan dengan metode Rancangan
Acak Kelompok (RAK) dengan dua
(2)
faktor yang masing-masing faktor terdiri dari tiga (3) tingkat. Faktor 1 adalah
konsentrasi arang aktif yang terdiri dari 3 tingkat konsentrasi yaitu 1%, 3%
dan 5%. Faktor 2 adalah pengenceran yang terdiri dari pengenceran cairan pulp:
air 3:1, 1:1 dan 1:3. Penelitian tahap II dilakukan dengan metode Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor yang masing-masing faktor terdiri dari 3
tingkat: Faktor 1: konsentrasi sukrosa 2,0%, 4,0%, 6,0%, sedangkan Faktor 2
adalah konsentrasi amoniumsulfat 0,2%, 0,3%, 0,4%. Semua perlakuan diulang
sebanyak 3 kali.
(1)
limbah cair industri kakao, (2) nata
yang
terbentuk dan (3) sisa medium fermentasi. Pengamatan pada limbah cair kakao
meliputi pH, gula total, total padatan terlarut, kekeruhan, serat kasar dan
warna. Nata yang terbentuk dianalisis warna, tekstur, rendemen, ketebalan, dan
serat kasarnya, sedangkan analisis pH dan gula total dilakukan terhadap sisa
medium. Data dianalisis dengan menggunakan Uji Sidik Ragam (ANOVA). Uji
beda nyata dilakukan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dan apabila dari
hasil uji menunjukkan adanya interaksi, maka dilakukan uji lanjut dengan
menggunakan metode Duncan's Multiple Range Test
(DMRT).
Pemilihan perlakuan terbaik ditentukan dengan menggunakan metode multiple
atribute (Zelleny, 1992).
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Pada penelitian tahap I dipelajari pengaruh tingkat
pengenceran (3:1, 1:1, 1:3) dan konsentrasi arang aktif (1%, 3% dan 5%)
terhadap sifat fisiko-kimia limbah cair kakao terjernihkan. Parameter yang
diamati adalah kekeruhan, total padatan terlarut, kadar tannin, kecerahan, pH
dan kadar gula total. Secara lengkap data penjernihan limbah cair kakao dapat
dilihat di Tabel 2. Hasil analisis terhadap limbah cair kakao sebelum perlakuan
adalah sebagai berikut: kekeruhan (ppm SiO2)
54,746, total padatan terlarut 22% Brix, kadar tannin sebesar 0,832%, kecerahan
(L*)24,2; pH 3,5 dan kadar gula total 20,275%.
Tabel 2. Kondisi akhir
limbah industri kakao terjernihkan
Kondisi awal
sebelum
|
Kondisi akhir
setelah penjernihan
|
Kondisi
Perlakuan Penjernihan
|
||
Penjernihan
|
||||
Kekeruhan (ppm SiO2) 54,746
|
Kekeruhan terendah 33,308 ppm
SiO2.
|
Pengenceran 1:3
|
Konsentrasi arang aktif 5%
|
|
Total padatan terlarut 22% Brix
|
Total padatan terlarut terendah
14,2%
|
Pengenceran 1:3
|
Konsentrasi arang aktif 5%
|
|
Brix
|
||||
Kadar tannin 0,832%
|
Kadar tannin terendah 0,252%.
|
Pengenceran 1:3
|
Konsentrasi arang aktif 5%
|
|
Kecerahan (L*)24,2
|
Kecerahan (L*) tertinggi 32,633
|
Pengenceran 1:3
|
Konsentrasi arang aktif 5%
|
|
Total gula 20,275%
|
Total gula tertinggi 18,301%
|
Pengenceran 3:1
|
Konsentrasi arang aktif 1%
|
|
Total gula Terendah 10,246%
|
Pengenceran 1:3
|
Konsentrasi arang aktif 5%
|
||
Jurnal
Teknik Industri, Vol. 11, No. 1, Februari 2010: 31–34
konsentrasi
arang aktif 1% dan pengenceran 3:1 memberikan kekeruhan tertinggi yaitu 42,446
ppm SiO2, sedangkan perlakuan
konsentrasi arang aktif 5% dan pengenceran 1:3 memberikan kekeruhan terendah
yaitu 33,308 ppm SiO2.
Dalam hal total padatan terlarut,
perlakuan konsentrasi arang aktif 1%, 3% dan 5% berturut-turut mengakibatkan
nilai total padatan terlarut sebesar 16,056% Brixb; 14,9% Brixab dan 14,2% Brixa. Hal ini diduga
karena adanya penyerapan senyawa-senyawa terlarut (bukan gula) seperti nitrogen
dan tannin oleh arang aktif. Nilai total padatan terlarut pada pengenceran 3:1;
1:1 dan 1:3 berturut-turut adalah 18,967% Brixc; 14,867% Brixb dan 11,322%
Brixa. Hasil analisis
ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi arang aktif dan pengenceran
berpengaruh sangat nyata (α = 0,01)
terhadap total padatan terlarut, sedangkan interaksi keduanya tidak berpengaruh
nyata.
Kemampuan adsorpsi senyawa tannin oleh
arang aktif ditunjukkan oleh efek perlakuan konsentrasi arang aktif 1%, 3% dan
5% yang memberikan kadar tannin berturut-turut 0,581%c; 0,329%b dan 0,252%a. Adapun tingkat
pengenceran yang meningkat dari pengenceran 3:1; 1:1 dan 1:3 menyebabkan kadar
tannin berturut-turut sebesar 0,443%c; 0,388%b dan 0,332%a. Hasil analisis
ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi arang aktif dan pengenceran
memberikan pengaruh yang sangat nyata (α = 0,01)
terhadap kadar tannin, sedangkan interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh
nyata.
Penurunan warna pada limbah cair kakao
setelah penjernihan dapat dinyatakan dalam nilai kecerahan (L*), dimana
penurunan warna akan meningkatkan nilai kecerahannya. Hasil analisis ragam dan
uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi arang aktif 1%, 3% dan 5%
memberikan pengaruh sangat nyata (α = 0.01) pada
nilai kecerahan berturut-turut 29,817a; 31,769b dan 32,200b. Perlakuan
pengenceran 3:1; 1:1 dan 1:3 menunjukkan pengaruh sangat nyata (α
= 0,01) terhadap tingkat kecerahan medium awal dengan nilai berturut-turut
30,178a; 31,444b dan 32,633c.
Analisis korelasi antara kecerahan dengan tingkat
kekeruhan dan kadar tannin berturut-turut menghasilkan persamaan korelasi y =
-0,433x + 47,777 (R2 = 0,7736) dan y
= -8,2801x + 34,471 (R2
= 0,8408). Korelasi antara kekeruhan dan kecerahan (L*), menunjukkan bahwa
semakin tinggi kekeruhan maka kecerahannya semakin menurun dan sebaliknya.
Adapun korelasi kecerahan dengan kadar tannin menunjukkan bahwa semakin tinggi
kadar tannin maka akan meningkatkan warna gelap dan berarti semakin rendah
tingkat kecerahan cairan limbah.
Kadar gula total cenderung tetap dan
hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh nyata dari perlakuan
konsentrasi arang aktif. Diduga hal tersebut disebabkan oleh perbedaan tingkat
polaritas antara gula dan arang aktif, dimana gula bersifat polar
sedangkan menurut Weber (1977) arang aktif termasuk adsorben yang bersifat non
polar. Hal yang sebaliknya terjadi pada perlakuan pengenceran, di mana
tingkat pengenceran berpengaruh sangat nyata (α = 0,01)
terhadap kadar gula total yaitu 18,301%c, 13,934%b dan 10,608%a. Berdasarkan
hasil yang tersaji di Tabel 2, maka dapat disimpulkan bahwa perlakuan
penjernihan limbah industri kakao terbaik dilakukan dengan menggunakan arang
aktif 5% dengan tingkat pengenceran 1:3.
Dalam penelitian tahap kedua, limbah cair coklat
hasil penjernihan di tahap pertama yang mempunyai kadar gula reduksi 11,476%
digunakan sebagai bahan baku dalam proses fermentasi dengan menggunakan A
xylinum untuk mendapatkan produk nata. Pada penelitian tahap kedua ini,
dipelajari pengaruh perlakuan konsentrasi sukrosa 2%, 4% dan 6% dan perlakuan
konsentrasi (NH4)2SO4
0,2%; 0,3% dan 0,4% terhadap beberapa parameter yang meliputi: kadar gula
reduksi sisa medium fermentasi, ketebalan nata, kadar serat kasar nata dan
rendemen nata.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa
perlakuan konsentrasi sukrosa berpengaruh sangat nyata (α
= 0,01) terhadap gula reduksi sisa medium fermentasi berturut-turut sebesar
1,09%a; 1,34a%a; 2,16%b dan pengaruh
nyata (α = 0,05) terhadap pH sisa fermentasi
berturut-turut sebesar 3,15b, 3,0a dan 3,09ab.. Aktifitas A.
xylinum selama proses fermentasi telah menghasilkan metabolit primer dalam
bentuk selulosa maupun sekunder dalam bentuk asam asam organik dilakukan dengan
menggunakan gula sebagai sumber karbon. Konsentrasi (NH4)2SO4 dan interaksi
kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap gula reduksi dan pH sisa medium
fermentasi.
Perlakuan konsentrasi sukrosa 2%, 4% dan
6% berpengaruh sangat nyata (α = 0,01) pada
ketebalan nata yang dihasilkan berturut-turut 1,71cma, 2,23cmb dan 1,92cmab. Data ketebalan
nata tertinggi diperoleh pada konsentrasi sukrosa 4%. Dalam proses fermentasi
tersebut, pertumbuhan bakteri A xylinum optimum memerlukan kadar gula
reduksi kira-kira 19,48% dengan asumsi 4% sukrosa setara dengan 8% gula reduksi
ditambah dengan kadar gula reduksi awal fermentasi 11,48%. Rendahnya ketebalan
nata pada konsentrasi 6%, dimungkinkan karena kadar gula reduksi didalam medium
sudah terlalu tinggi yaitu sekitar 23,48%. Pada kadar gula tersebut
Yunianta:
Limbah Cair Industri Kakao
Perlakuan konsentrasi (NH4)2SO4 berpengaruh
nyata (α = 0,05) terhadap ketebalan nata
berturut-turut 1,74cma, 1,96cmab dan 2,15cmb. Pembentukan
produk nata terbaik pada kadar (NH4)2SO4 0,4%.
Pertumbuhan bakteri A. xylinum memerlukan sumber nitrogen dimana
penambahan (NH4)2SO4 sampai 0,4%
masih direspons secara positip dan tidak menunjukkan gejala penghambatan
pertumbuhan bakteri.
Perlakuan konsentrasi sukrosa dan
konsentrasi (NH4)2SO4 keduanya
memberikan berpengaruh nyata (α = 0,05)
terhadap serat kasar nata yang dihasilkan. Perlakuan konsentrasi sukrosa
menghasilkan kadar serat kasar berturut-turut 3,54%a; 4,05%b dan 3,81%ab, sedangkan
perlakuan konsentrasi (NH4)2SO4 menghasilkan
berturut-turut 3,56%a, 3,81%ab dan 4,03%b serat kasar.
Pembentukan serat kasar terbaik terjadi pada kadar gula reduksi 19,48% dan
menurun saat kadar gula reduksi kira-kira 23,48%. Sementara itu kecukupan
nitrogen dalam medium akan menstimulir bakteri dalam mensintesa selulosa (Lapuz
et al, 1967) sehingga menghasilkan nata dengan ikatan selulosa yang kuat
dan jalinan yang rapat sehingga kandungan seratnya meningkat.
Serat selulosa adalah komponen utama
dari nata yang terbentuk selama proses fermentasi dan kadar serat terkait erat
dengan tekstur nata. Semakin besar kadar serat selulosa, nilai tekstur nata
semakin rendah atau semakin kenyal. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan
konsentrasi sukrosa dan konsentrasi (NH4)2SO4 berpengaruh
nyata (α=0,05) terhadap tekstur nata. Perlakuan
konsentrasi sukrosa menghasilkan tekstur nata berturut-turut 0,02mm/g.dtb, 0,01mm/g.dta dan 0,02mm/g.dtab, sementara
perlakuan konsentrasi (NH4)2SO4 memberikan
tekstur nata berturut-turut 0,02 mm/g.dtb, 0,01 mm/g.dtab dan 0,01
mm/g.dta.
Ketebalan dan kadar serat kasar terkait
erat dengan rendemen nata. Kecenderungan kadar serat dan ketebalan sebagai
akibat dari perlakuan konsentrasi sukrosa dan konsentrasi sumber nitrogen juga
ditemukan pada rendemen nata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan
konsentrasi sukrosa 2%, 4% dan 6% berpengaruh nyata (α
= 0,05) terhadap rendemen nata sebesar berturut-turut 61,619%a, 80,702%b, 70,217%ab. Adapun
perlakuan konsentrasi (NH4)2SO4 0,2%; 0,3% dan
0,4% memberikan perbedaan yang nyata atas rendemen yang dihasilkan sebesar
berturut-turut 61,74%a; 69,86%ab dan 80,93%b.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
perlakuan konsentrasi sukrosa berpengaruh sangat nyata (α
= 0,01) terhadap kecerahan nata
namun
tidak ada pengaruh nyata dari perlakuan konsentrasi (NH4)2SO4 maupun
interaksi kedua perlakuan. Perlakuan konsentrasi sukrosa 2%, 4% dan 6%
memberikan pengaruh yang nyata (α = 0,05)
terhadap kecerahan nata yang dihasilkan berturut-turut 45,29(L*)b; 45,33(L*)a dan 43,23(L*)a.
Berdasarkan hasil pengujian tiap parameter tersebut
dengan menggunakan metode multiple atribute (Zeleny,1992), maka
diperoleh informasi bahwa perlakuan terbaik diperoleh dari kombinasi
perlakuan konsentrasi sukrosa 4% dan konsentrasi (NH4)2SO4
0,4%. Perlakuan terbaik ini memiliki nilai karakteristik produk yang meliputi
rendemen 83,87%, serat kasar 4,22%; kecerahan (L*) 42,87; tekstur 0,01 mm/g.dt
dan ketebalan nata 2,42 cm.
SIMPULAN
Limbah industri kakao dalam bentuk
cairan pulp dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan nata
de cacao. Diperlukan pengenceran dan penjernihan dengan menggunakan arang
aktif sebelum digunakan sebagai media fermentasi nata. Terdapat interaksi nyata
(α = 0,05) antar perlakuan konsentrasi
arang aktif dan pengenceran pada tingkat kekeruhan dan warna kuning (b*) cairan
limbah. Perlakuan terbaik diperoleh dari perlakuan konsentrasi arang aktif 5%
dengan pengenceran medium 1:3. Perlakuan konsentrasi sukrosa dan (NH4)2SO4 memengaruhi
secara nyata terhadap ketebalan, rendemen, kadar serat, kadar air dan tekstur
nata, namun interaksi dari kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap
parameter-parameter tersebut. Perlakuan terbaik diperoleh dari kombinasi
perlakuan konsentrasi sukrosa 4% dan konsentrasi (NH4)2SO4 0,4%.
DAFTAR PUSTAKA
Agyeman, K.O.G and
Oldham, J.H., 1986. Utilization of Cacao By-product as an Alternatif Source of
Energy Biomass. 10: 311–318.
Belitz, H.D. and
Grosch, W., 1987. Food Chemistry. Springer Verlag. Berlin Hendelberg.
Effendi, S., 1995.
Utilization of Cacao Sweatings for Nata Production Using Acetobacter Xylinum.
Menara Perkebunan. 63(1): 23–26.
Lapuz, M.N., Bullardo,
F.G. and Palo, M.A., 1967. The Nata Organism Cultural Requirment Characteristic
and Identify. The Philipine Journal of Science. Vol. 9 (2).
Weber, J.T., 1977.
Physicochemical Process for Water Quality Control. John Willey and Sons. New
York.
Winarno, F.G., 1997.
Kimia Pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Zeleny, M., 1992.
Multiple Kriteria Decision Making. McGraw-Hill. New York.
Jurnal Teknik
Industri, Vol. 11, No. 1, Februari 2010: 31–34
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/industri/article/viewFile/537/558_umm_scientific_journal.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar