Selasa, 16 Desember 2014

ANALISIS PERBAIKAN KONDISI LINGKUNGAN KERJA TERHADAP BEBAN KERJA MENTAL



SRI RAHAYUNINGSIH

Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kadiri

Jl. Selomangleng No. 1, Kediri, Jawa Timur 64115

Surel: sri.nuning@gmail.com

ABSTRAK

Kondisi lingkungan kerja yang baik akan menunjang pekerja dalam melakukan kerja yang maksimal. Faktor-faktor seperti temperatur, kebisingan, dan vibrasi dapat meningkatkan tekanan psikologis pekerja dan memengaruhi kinerja pekerja. PR Rezeki Abadi merupakan perusahaan rokok yang menggunakan tenaga manusia dalam menjalankan produksinya mulai dari proses pencampuran bahan–bahan dasar (tembakau, saos dan cengkeh) sampai dengan proses finishing. Berdasarkan hasil pengukuran, temperatur dan tingkat kebisingan pada bagian pencampuran lebih tinggi dari kondisi normal sehingga operator di bagian pencampuran merasakan beban psikologis yang tinggi dan sering melakukan kesalahan pada proses pencampuran. Tujuan dalam penelitian ini adalah melakukan perbaikan kondisi lingkungan kerja di bagian pencampuran tembakau dan melakukan pengukuran beban kerja mental dengan metode SWAT untuk mengetahui pengaruh perbaikan kondisi lingkungan kerja tersebut. 

ABSTRACT

Good condition of environmental work will support workers in performing operations maximally. Factors e.g. temperature, noise, and vibration have contribution in increasing psychological distress and affect to worker’s performance. PR Rezeki Abadi is a cigarette manufacturer which utilizes manual power of workers for establishing production in the whole flow process, starting from mixing materials (tobacco, sauce, and clove) until finishing. In accordance with measurement results, temperature and noise of environmental condition in mixing process workplace is higher than normal level so operators in this workplace get high psychological distress and often do mistakes in terms of mixing process. This research aims to develop environmental work condition particularly in the mixing material workplace and measure mental workload by using SWAT in order to find out the influence of environmental work development









PENDAHULUAN

Kondisi lingkungan kerja adalah suasana yang terdapat di sekitar tempat kerja.Kondisi lingkungan kerja yang baik akan mendorong para pekerjanya menjadi lebih produktif dan hasil pekerjaannya akan berpengaruh baik.Beberapa faktor yang menjadi penghambat para pekerja yaitu temperatur ruangan,kebisingan,vibrasi dan ketenangan kerja yang dapat berakibat meningkatnya beban tekanan psikologis pekerja yang meningkat (Purwaningsih dan Sugiyanto, 2007). Tekanan psikologis yang semakin tinggi akan menyebabkan beban kerja mental yang dirasakan oleh pekerja semakin meningkat.

 PR Rezeki Abadi merupakan perusahaan manufaktur dengan hasil produksi utama adalah rokok. Perusahaan ini menggunakan tenaga manusia sebagai operator utama dalam menjalankan proses produksi mulai dari proses pencampuran (blending) bahan–bahan dasar (tembakau, saos, dan cengkeh) sampai dengan proses finishing. Berdasarkan hasil pengukuran temperatur dan tingkat kebisingan pada bagian pencampuran, temperatur ruang kerja mencapai 33–36°C dan tingkat kebisingan mencapai 75dB. Hasil ini menunjukkan temperatur dan tingkat kebisingan lebih tinggi dari kondisi normal yaitu 24–27°C dan 50–60 dB. sehingga menyebabkan terjadinya kesalahan pekerja pada proses pencampuran dan menurunkan hasil produksi rokok.

Pengukuran beban kerja mental dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengukuran secara objektif dan subjektif. Pengukuran beban kerja mental secara subjektif merupakan teknik pengukuran yang paling banyak digunakan karena mempunyai tingkat validitas yang tinggi dan bersifat langsung dibandingkan dengan pengukuran lain (Simanjutak dan Situmorang, 2010). Menurut Widyanti dkk. (2010), salah satu metode pengukuran beban kerja mental secara subjektif yang banyak diaplikasikan di Indonesia adalah Subjective Workload Assessment Technique (SWAT) dan permasalahan yang dihadapi PR Rezeki Abadi, maka tujuan dalam penelitian ini adalah melakukan perbaikan kondisi lingkungan kerja di bagian pencampuran tembakau dan melakukan pengukuran beban kerja mental dengan metode SWAT untuk mengetahui pengaruh perbaikan kondisi lingkungan kerja tersebut.



METODE PENELITIAN

Tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Pengumpulan Data

Data-data yang dikumpulkan untuk menjawab permasalahan di bagian pencampuran tembakau PR Rezeki Abadi sebagai berikut:
a.     Beban Kerja

Beban kerja operator akan diukur dengan metode Subjective Workload Assessment Technique (SWAT), di mana operator diminta untuk mengurutkan kartu SWAT yang berjumlah 27 kartu berdasarkan subjektivitas mereka.

b.     Kondisi Lingkungan Kerja

Kondisi lingkungan kerja yang diamati adalah temperatur dan kebisingan, sehingga perlu dilakukan pengukuran untuk mengetahui kondisi lingkungan kerja di bagian pencampuran yang ada saat ini. Pengukuran temperatur dilakukan dengan menggunakan termometer dan kebisingan dengan menggunakan digital sound level meter.

2.     Pengukuran Beban Kerja Mental Sebelum Perbaikan Kondisi Lingkungan kerja

Metode Subjective Workload Asessment Technique (SWAT) pertama kali dikembangkan oleh Reid et al. pada tahun 1989. Menurut Reid et al. (1989), metode SWAT akan menggambarkan sistem kerja sebagai model multi dimensional dari beban kerja, yang terdiri atas tiga dimensi atau faktor yaitu beban waktu (time load), beban mental (mental effort load), dan beban psikologis (psychological stress load) (Wignjosoebroto dan Zaini, 2003).

3.     Perbaikan Kondisi Lingkungan Kerja
Akan diusulkan perbaikan kondisi lingkungan kerja di bagian pencampuran tembakau agar operator lebih nyaman dalam bekerja sehingga mengurangi stres dan beban psikologis

4.     Pengukuran Beban Kerja Mental Setelah Perancangan Lingkungan Kerja
Perbaikan yang diusulkan selanjutnya diimplementasikan pada bagian pencampuran tembakau PR Rezeki Abadi. Setelah implementasi dalam beberapa minggu, tiap operator diminta memberikan skor SWAT pada tiap elemen pekerjaan berdasarkan apa yang dirasakan dengan kondisi lingkungan kerja yang baru

5.     Perbandingan Beban Kerja Mental Berdasarkan Perbaikan Kondisi Lingkungan Kerja

Langkah selanjutnya adalah membandingkan hasil pengukuran beban kerja mental sebelum dan sesudah perbaikan kondisi lingkungan kerja

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengukuran Beban kerja Mental dengan Metode SWAT pada kondisi lingkungan kerja saat ini.

Pengumpulan data dengan menyebarkan kuesioner kepada 3 responden, yaitu operator pada bagian pencampuran tembakau. Pemakaian kartu-kartu kombinasi beban kerja mental, yaitu berupa lembaran yang dibuat secara khusus untuk mendukung pelaksanaan pengumpulan data. Setelah itu responden diminta untuk mengurutkan kartu-kartu tersebut berdasarkan persepsi masing-masing tentang tingkatan beban kerja dari yang paling rendah sampai paling tinggi. Kartu yang diurutkan berjumlah 27 buah, masing-masing merupakan kombinasi tingkatan dari ketiga dimensi SWAT.




Tabel 1. Urutan Kartu SWAT Berdasarkan Preferensi Operator di Bagian Pencampuran Tembakau

Tingkat Huruf dan Nomor

Operator
111
112
113
121
122
123
131
132
133
211
212
213
221
222


N    B    WF
J
C
X
S
MUGZ
VQ

Jen
2
3
5
8
11
18
1
6
12
13
4
19
14
10

Heri
1
2
3
8
7
24
12
13
14
17
6
6
9
5

Agung
27
1
5
8
9
10
12
17
18
2
6
25
11
13



















Tingkat Huruf dan Nomor







Operator
223
231
232
233
311
312
313
321
322
323
331
332
333



ZZ    K
E
R
H
P
D
Y
A
O
L
T
I



Jen
7
20
21
15
22
25
9
23
16
24
17
27
26



Heri
10
15
11
16
19
22
25
23
18
21
26
20
27



Agung
14
19
3
7
24
15
16
21
22
4
20
23
26



Tabel 2. Skor SWAT yang Diberikan oleh Operator pada Kondisi Awal Lingkungan Kerja
















Deskripsi Pekerjaan


Operator 1
Operator 2
Operator 3




(Jen)

(Heri)
(Agung)










Proses di mana dimulainya pencampuran


321

311


321



komposisi tembakau serta penyemprotan saos










Pencampuran komposisi cengkeh



311

312


322










Rahayuningsih: Analisis perbaikan kondisi lingkungan kerja                                                                            



Tabel 3. Nilai Prototype dari Tiap Operator

Operator
TES
TSE
ETS
EST
SET
STE
Prototipe
Jen
0,76
0,73
0,47
0,34
0,24
0,33
T
Feri
0,75
0,70
0,52
0,39
0,25
0,32
T
Agung
0,38
0,33
0,24
0,14
0,02
0,03
T

Tabel 4. Nilai Skala Akhir SWAT

No
Kombinasi beban
Huruf
Skala akhir
Skala akhir
Skala akhir

kerja
Operator 1
Operator 2
Operator 3




1
111
N
0
17,8
57,8

2
112
B
4,3
11,8
47,5

3
113
W
13
31,4
45,9

4
121
F
23,9
28,1
32,3

5
122
J
28,2
22
22,1

6
123
C
37
41,6
20,5

7
131
X
24,6
18,6
64,6

8
132
S
28,9
12,5
54,4

9
133
M
37,7
32,1
52,8

10
211
U
29,2
6,1
37,3

11
212
G
33,5
0
27

12
213
Z
42,2
19,6
25,4

13
221
V
53,1
16,3
11,8

14
222
Q
57,4
10,3
1,6

15
223
ZZ
66,2
29,9
0

16
231
K
53,8
6,8
44,1

17
232
E
58,1
7
33,9

18
233
R
66,9
20,3
32,2

19
311
H
62,3
76,2
93,2

20
312
P
66,6
70,1
83

21
313
D
75,4
89,7
81,3

22
321
Y
86,2
86,5
67,8

23
322
A
90,5
80,4
57,5

24
323
O
99,3
100
55,9

25
331
L
87
76,9
100

26
332
T
91,2
70,9
89,8

27
333
I
100
90,5
88,2





atau Individual Scalling Solution (ISS). Koefisien             dengan dua dimensi lainnya. Nilai kepentingan

Kendall yang diperoleh sebesar 0,6239, nilai ini                 untuk setiap faktor adalah Faktor T (waktu) =

lebih kecil dari 0,75 yang artinya data terlalu                     65,1%, faktor E (usaha mental) = 21,13%, dan

heterogen dan pengukuran beban kerja mental                  faktor S (stress) =13,77%. Skala akhir tiap operator

akan dilakukan per operator.                                          yang diolah menggunakan software SWAT dapat

Nilai prototype menunjukkan dimensi yang                dilihat pada Tabel 4. Setelah skala akhir SWAT

dominan dirasakan sebagai beban mental oleh                  diperoleh maka dilakukan event scoring untuk

responden. Hasil pengolahan data menunjukkan               mengetahui beban kerja mental, yaitu dengan

prototype dari tiap-tiap operator termasuk dalam              cara mengkonversikan penilaian SWAT pada

Time (Tabel 3), maksudnya pekerja tersebut                     Tabel 2 dengan skala akhir tersebut.

menganggap beban waktu merupakan dimensi                       Sebagai contoh pada Tabel 2, operator 1

yang relatif yang paling penting dibandingkan                   memberikan rating beban 311 pada pekerjaan



                                                                         Jurnal Teknik Industri, Vol. 15, No. 1, Februari 2014: 80–87



Tabel 5. Hasil Pengukuran Beban Kerja Mental pada Kondisi Awal Lingkungan Kerja


Konversi ke Skala Akhir SWAT



Deskripsi Pekerjaan
Operator
Operator
Operator
Total
Rata-Rata


1
2
3





Proses di mana dimulainya
86,2
76,2
67,8
230,2
76,73

pencampuran komposisi






tembakau serta penyemprotan saos






Pencampuran komposisi cengkeh
62,3
70,1
57,5
189,9
63,3




Usulan Perbaikan Kondisi lingkungan Kerja

Berdasarkan pengukuran temperatur kondisi awal lingkungan kerja di bagian pencampuran tembakau didapatkan temperatur ruangan sebesar 33– 36°C, temperatur yang tinggi tersebut menyebabkan konsentrasi pekerjaan kurang terfokus karena tubuh merasa tidak nyaman dan operator mudah merasa lelah sehingga operator merasa terbebani oleh pekerjaannya.
Perbaikan kondisi lingkungan kerja dengan cara penambahan blower di ruangan pencampuran tembakau maka temperatur ruang mengalami penurunan yaitu sebesar 25,5–26,5°C. Hal ini disebabkan sirkulasi udara di dalam ruangan pencampuran tembakau telah berjalan dengan baik.




Tabel 6. Perbandingan Kondisi Lingkungan

Ker ja  Sebelum  da n  Sesudah

Perbaikan

Komponen


Lingkungan
Sebelum
Sesudah
Kerja


Temperatur
33–36°C
25,5–26,5°C
Kebisingan
75 dB
75 dB







Pengukuran Beban Kerja Mental Sesudah Perbaikan Lingkungan Kerja

Hasil implementasi perbaikan kondisi lingkungan kerja dengan menambahkan blower dan pemakaian tutup telinga bagi operator di bagian pencampuran tembakau akan dievaluasi




Tabel 7. Skor SWAT yang Diberikan oleh Operator Setelah Perbaikan Kondisi Lingkungan Kerja

Deskripsi Pekerjaan

Operator 1
Operator 2
Operator 3


(Jen)
(Heri)

(Agung)





Proses di mana dimulainya pencampuran komposisi
123
113


121


tembakau serta penyemprotan saos








Pencampuran komposisi cengkeh

131
121


212


Tabel 8. Hasil Pengukuran Beban Kerja Mental














Deskripsi Pekerjaan
Konversi ke Skala Akhir SWAT
Total
Rata-

Operator 1
Operator 2
Operator 3
Rata

Proses di mana dimulainya
37
31,4
32,3

100,7
33,56


pencampuran komposisi








tembakau serta penyemprotan saos








Pencampuran komposisi cengkeh
24,6
28,1
27

79,7
26,56








untuk melihat apakah beban kerja yang dirasakan oleh operator telah berkurang. Ketiga operator kembali diminta untuk memberikan penilaian atau skor pada masing-masing elemen pekerjaan di bagian pencampuran seperti dapat dilihat pada Tabel 7.

SIMPULAN

Kondisi lingkungan kerja menjadi lebih baik dan lebih nyaman dengan adanya penambahan blower dan penggunaan earplug (penutup telinga) sehingga dapat menurunkan beban kerja operator di bagian pencampuran tembakau PR Rezeki Abadi. Berdasarkan pengukuran beban kerja dengan metode SWAT, rata-rata beban kerja operator pencampuran tembakau sebelum dilakukan perbaikan kondisi lingkungan kerja termasuk dalam kategori berat. Setelah dilakukan perbaikan kondisi lingkungan kerja, rata-rata skala beban kerja di bawah 40 sehingga beban kerja termasuk dalam kategori ringan.

DAFTAR PUSTAKA

Purwaningsih, R., dan Sugianto, A., 2007. Analisis Beban Kerja Mental Dosen Teknik Industri Undip dengan Metode Subjective Workload Assesment Technique (SWAT), J@TI Undip, II (2), 28–39.

Reid, G.B., Potter, S.S., and Bressler, J.R., 1989, Subjective Workload Assessment Technique (SWAT): A User’s Guide (U), Interim Report, Harry G. Armstrong Aerospace Medical Research Laboratory, Human System Division Air Force System Command Wright-Patterson Air Force Base, Ohio.




 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar